"Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan
samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari.
Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa
yang rela menderita demi pembelian cita-cita."
Demikian pidato Presiden Soekarno yang menegaskan bangsa Indonesia
bukanlah bangsa yang lembek seperti tempe. Pada masa revolusi kata
'tempe' memang kerap diidentikan dengan hal-hal negatif seperti cengeng,
mudah menyerah atau lembek. Maka sindiran seperti 'mental tempe',
'pasukan tempe' atau 'pemuda kelas tempe' dipakai untuk meledek mereka
yang dianggap lemah.
Tempe juga diidentikan dengan makanan murah dan merakyat. Tempe
merupakan makanan asli Indonesia yang diperkirakan sudah ada sejak abad
ke-16.
Walau murah dan dipandang sebelah mata, adalah tempe yang menyelamatkan
jutaan rakyat Indonesia dari penyakit kurang gizi dan busung lapar tahun
1945-hingga akhir 1960an. Kalau tidak ada tempe, saat ekonomi Indonesia
benar-benar terpuruk, entah berapa juta anak yang terlahir kurang gizi.
Sebelumnya, tempe juga menyelamatkan tahanan perang dunia II yang
ditawan Jepang. Cukup besar jasa makanan yang terbuat dari fermentasi
kedelai ini.
Walau menghina tempe, Presiden Soekarno nyatanya sangat menggemari
tempe. Ada dua makanan yang tak pernah absen dari meja makan Istana.
Gulai daun singkong dan tempe goreng. Karena sederhana, Soekarno tak
pernah menawarkan makanan ini pada tamu-tamu negara. Tapi gulai daun
singkong dan tempe goreng adalah dua makanan yang paling disukai
Soekarno.
Kini pedagang tempe dan tahu menjerit karena harga kedelai semakin naik.
Usaha mereka pun terancam gulung tikar karena mahalnya bahan baku
tempe.
Rupanya jadi Bangsa Tempe pun Indonesia masih sulit.
0 komentar:
Posting Komentar