Peristiwa Rengasdengklok tak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan
bangsa ini. Peristiwa 'penculikan' terhadap dua proklamator itu menjadi
salah satu momen penting jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945.
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, keinginan untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan semakin menggelora di bangsa Indonesia.
Namun, saat itu terdapat perbedaan pendapat yang tajam antara golongan
muda dengan golongan tua soal pelaksanaan proklamasi.
Kaum tua yang dimotori Bung Karno dan Hatta saat itu lebih kepada
perhitungan politiknya. Mereka berpandangan untuk memproklamasikan
kemerdekaan diperlukan revolusi yang terorganisir dengan baik.
Karenanya, kerjasama dengan Jepang masih diperlukan agar tidak terjadi
pertumpahan darah.
Soekarno dan Hatta kemudian bermaksud membahas pelaksanaan proklamasi
dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebab,
dengan demikian pelaksanaan proklamasi tidak akan menyimpang dari
ketentuan Jepang.
Hal itu sontak mendapat penolakan keras dari golongan muda, yang saat
itu dimotori Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana. Mereka menilai PPKI
adalah buatan Jepang, sementara mereka menginginkan proklamasi
kemerdekaan Indonesia tanpa ada embel-embel negara Sakura itu.
Pertemuan antara golongan muda dengan golongan tua kemudian digelar di
kediaman Bung Karno, Jl Pegangsaan Timur No 56, Jakarta, pada Rabu, 15
Agustus 1945, sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, terjadi perdebatan
'panas' antara golongan muda dengan Bung Karno mengenai proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Perdebatan panas tersebut dimuat di dalam buku "Lahirnya Republik
Indonesia." Jakarta: Kinta. 1978, karya Ahmad Soebardjo (1978) dan
"Samudera Merah Putih 19 September 1945." Jilid 1. Jakarta: Pustaka
Jaya. 1984, karya Lasmidjah Hardi.
Dalam perdebatan itu, golongan muda tetap bersikeras pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan harus segera dilakukan, jika perlu saat itu juga.
Mereka bahkan mengaku siap melawan tentara Jepang jika terjadi
pertumpahan darah. Namun, Bung Karno saat itu berpandangan kekuatan para
pejuang belum cukup untuk melawan kekuatan bersenjata tentara Jepang.
Setelah tak juga mendapatkan titik temu, Bung Karno akhirnya berunding
kepada sejumlah tokoh dari golongan tua, di antaranya Mohammad Hatta,
Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Namun, hasil
perundingan itu ternyata tak sesuai dengan keinginan golongan muda.
Saat itu, Hatta mengatakan, hasil keputusan yang didapat tidak
menyetujui keinginan golongan muda. Sebab dinilai kurang perhitungan dan
dapat menimbulkan banyak korban jiwa. Tak terima dengan keputusan itu,
golongan muda kemudian 'menculik' Bung Karno dan Bung Hatta, pada Kamis
16 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 WIB.
Meski kecewa dan marah atas 'penculikan' itu, Bung Karno dan Bung Hatta
tetap mengikuti keinginan para pemuda untuk menghindari adanya
keributan. Saat itu, Bung Karno mengikutsertakan sang istri, Fatmawati
dan anaknya, Guntut, yang masih balita.
Keduanya kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan
PETA, Djiaw Kie Siong, di sebuah kota kecil di dekat karawang yakni
Rengasdengklok. Letak Rengasdengklok yang terpencil menjadi salah satu
alasan para pemuda memilih tempat itu agar mudah mendeteksi pergerakan
tentara Jepang jika menuju tempat itu.
Meski di lokasi itu para pemuda mendesak keduanya untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dua proklamator itu tak juga
tunduk pada keinginan para pemuda itu.
Kemudian, pada siang harinya, perdebatan panas terjadi antara Bung Karno
dengan para pemuda. Bung Karno yang terus ditekan agar segera
memproklamasikan kemerdekaan berkukuh akan melakukan hal itu pada 17
Agustus 1945.
Sejumlah alasan disampaikan oleh Bung Karno soal pemilihan 17 Agustus
1945. Sementara itu, kesepakatan terjadi di Jakarta antara golongan tua
yang diwakili Ahmad Soebardjo dengan golongan muda yang diwakili Wikana.
Saat itu keduanya sepakat proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di
Jakarta.
Berbekal kesepakatan itu, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian dijemput
Ahmad Soebardjo untuk kembali ke Jakarta. Saat itu, Ahmad Soebardjo
menjanjikan kepada para pemuda yang berada di Rengasdengklok bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945
p[aling lambat pukul 12.00 WIB.
Atas jaminan itu, kedua proklamator itu kemudian diizinkan kembali ke
Jakarta. Singkat cerita, proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya
diproklamirkan Bung Karno dengan didampingi Hatta pada Jumat 17 Agustus
1945.
Atas jaminan itu, kedua proklamator itu kemudian diizinkan kembali ke Jakarta
BalasHapus